Sunday, February 11, 2007

Jauhi Pepecahan(Firaq)


Hadits Hudzaifah Radhiyallahu Ta'ala 'Anhu

Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali


Nash Hadits:

"Ertinya : Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu Ta'ala Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada baginda SAW tentang keburukan kerana khuatir ia akan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Baginda SAW bersabda : ' Ada '. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Baginda SAW bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Baginda SAW menjawab : Suatu kaum yang mensunnahkan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Baginda SAW bersabda : Ya, pendakwah-pendakwah yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?. Baginda SAW bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama'ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun imamnya ? Baginda SAW bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu". (Riwayat al-Bukhari di dalam bab كيف الأمر إذا لم تكن جماعة. Muslim:1847, Baghawi dalam Syarh Sunnah:4204. Ibnu Majah no. 3979, 3981, Abu Dawud no. 4244-4247)

Makna Hadits

  1. Mengenali Sabilul Mujrimin (jalan orang yang melakukan dosa) adalah kewajiban Syar'i.

Perlu diketahui bahwa Manhaj Rabbani yang abadi yang tertuang dalam uslub al-Quran yang diturunkan ke hati Penutup Para Nabi tidak hanya mengajarkan yang haq saja iaitu untuk mengikuti jejak orang-orang yang beriman (sabilul Mu'minin). Akan tetapi ia juga membuka kedok kebathilan dan menyingkap kekejiannya supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa (sabilul Mujrimin). Allah berfirman.

وَكَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ

Dan Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran satu persatu (supaya jelas jalan Yang benar), dan supaya jelas pula jalan orang-orang Yang berdosa.(al- An’am:55)

Yang demikian itu karena istibanah (penjelasan) jalan orang-orang yang suka berbuat dosa (sabilul Mujrimin) secara langsung memperjelaskan pula sabilul mu'minin. Oleh karena itu istibanah (penjelasan) sabilul Mujrimin merupakan salah satu sasaran daripada beberapa sasaran penjelasan ayat-ayat Rabbani. Ini kerana kekaburan tentang sabilul Mujrimin akan mengakibatkan secara langsung kepada keraguan dan kekaburan sabilul Muminin (jalanorang- orang yang beriman). Oleh kerana itu, menyingkap rahsia kekufuran dan kekejian adalah suatu keperluan yang sangat mendesak untuk menjelaskan keimanan, kebaikan dan kemaslahatan.

Ada sebahagian cendekiawan syair menyatakan:

"Ertinya : Aku kenali keburukan tidak untuk berbuat buruk, akan tetapi untuk menjaga diri".

"Barangsiapa yang tidak dapat membezakan antara kebaikan dan keburukan, maka akan terjerumus ke dalamnya".

Hakikat inilah yang dimengerti oleh generasi pertama umat ini -Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu. Maka beliau berkata : "Manusia bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang keburukan, kerana khuatir akan terjebak di dalamnya".

  1. Kekuatan Kita Dihancurkan dari Dalam

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda berkenan dengan keinginan kaum kafir untuk membinasakan kaum muslimin dan Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadits Tsaubah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Ertinya : Hampir-hampir orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di dalam pinggan. Berkata seorang sahabat RA : Adakah kerana kita sedikit pada waktu itu ? Baginda SAW bersabda : Bahkan kalian pada waktu itu ramai sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kamu serta menjangkitkan di dalam hati kamu penyakit wahn. Seorang sahabat RA bertanya : Wahai Rasulullah, apakah wahn itu ? Baginda SAW bersabda : Mencintai dunia dan takut mati". (Riwayat Abu Dawud no. 4297, berkata al-Albani: Hadis Sahih)

Daripada hadith di atas dapat disimpulkan bahwa :

  1. Kaum kafir saling berlumba-lumba untuk menjajah Islam, negara-negaranya serta penduduknya.
  2. Negara-negara muslimin adalah negara-negara sumber kebaikan dan barakah yang mengundang air liur kaum kafir untuk menjajahnya.
  3. Kaum kafir mengambil kekayaan sumber alam negara muslimin tanpa rintangan dan halangan sedikitpun.
  4. Kaum kafir tidak lagi gentar terhadap kaum Muslimin kerana rasa takut mereka kepada kaum Muslimin sudah dicabut Allah dari dalam hati mereka. Padahal pada mulanya Allah menjanjikan kepada kaum Muslimin dalam firman-Nya :"Kami akan isikan hati orang-orang kafir itu Dengan perasaan gerun, disebabkan mereka mempersekutukan Allah Dengan benda-benda (yang mereka sembah…". ( Ali-Imran : 151). Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : "Ertinya : Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku : Aku ditolong dengan rasa ketakutan dengan jarak satu bulan perjalanan ; dan dijadikan bumi untukmu sebagai tempat sujud ; .... dan seterusnya ". (Riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari I/436. Muslim dalam Nawawi V/3-4 dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu)

Akan tetapi pengkhususan tersebut dibatasi oleh sabda baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Tsauban yang lalu, yang menyatakan : "Allah akan mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kamu ...".

Daripada hadits ini fahamlah kita bahawa kekuatan umat Islam bukanlah terletak pada jumlah dan bekalannya, atau pada artileri dan logistiknya. Akan tetapi kekuatannya terletak pada aqidahnya. Seperti yang kita saksikan ketika baginda Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang berkenan dengan jumlah, maka beliau jawab : "Bahkan ketika itu kalian banyak sekali, akan tetapi kalian seperti buih di atas aliran air".

Kemudian apa yang menjadikan "pohon yang akarnya mencengkam ke bumi dan cabangnya menjulang ke langit" itu seperti buih yang terumbang-ambing di atas air?

Sesungguhnya racun yang meluruhkan kekuatan kaum muslimin dan melemahkan gerakannya serta mencabut barakahnya bukanlah senjata dan pedang kaum kafir yang bersatu untuk membuat kerosakan terhadap Islam, para penganutnya dan negara-negaranya. Akan tetapi ia adalah racun yang sangat keji yang mengalir di dalam jasad kaum muslimin yang disebut oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai "Dakhanun" Ibnu Hajar dalam Fathul Bari XIII/36 mendefinisikan dengan hiqd (dengki), atau daghal (penghianatan) , atau fasadul qalb (kerosakan hati). Semua itu mengisyaratkan bahawa kebaikan yang datang setelah keburukan tersebut tidak murni, akan tetapi keruh. Dan Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim XII/236-237, mengutip perkataan Abu 'Ubaid yang menyatakan bahawa erti dakhanun adalah seperti yang disebut dalam hadits lain.

"Ertinya : Tidak kembalinya hati pada fungsi asanya". (Riwayat Abu Dawud no. 4247)

Seakan-akan mengisyaratkan bahawa hati mereka tidak hening dan tidak mampu membersihkan antara yang satu dengan yang lain. Kemudian berkata Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah XV/15: Bahawa sabda beliau : "Dan didalamnya ada Dakhanun, yakni tidak ada kebaikan murni, akan tetapi didalamnya ada kekeruhan dan kegelapan". Adapun Al 'Adzimul Abadi dalam 'Aunil Ma'bud XI/316 menukil perkataan Al-Qari yang berkata : "Asal kata dakhanun adalah kadurah (keruh) dan warna yang mendekati hitam. Maka hal ini mengisyaratkan bahawa kebaikan tersebut dicemari oleh kerosakan (fasad)".

Sesungguhnya penanam racun yang keji dan menjalar di kalangan umat ini tidak lain adalah dari dalam diri mereka sendiri. Seperti yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita". Berkata Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36 : "Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab". Sedangkan Al-Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya bererti penutup badan". Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim.

"Ertinya : Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia". (Riwayat Muslim)

Yakni mereka memberikan harapan-harapan kepada manusia berupa mashalih (pembangunan) , siyadah (kepemimpinan) dan istiqlal (kemerdekaan dan kebebasan) .. dan umat merasa suka dengan propaganda mereka. Untuk itu mereka mengadakan pertemuan-pertemuan , muktamar-muktamar dan diskusi-diskusi. Oleh sebab itu mereka diberi predikat sebagai pendakwah (da'i atau du'at -dengan dlamah pada huruf dal- merupakan bentuk jama' dari da'a yang bererti sekumpulan orang yang melazimi suatu perkara dan mengajak manusia untuk menerimanya.) (Lihat 'Aunil Ma'bud XI/317).

3. Jama'ah minal Muslimin dan bukan Jama'ah Muslimin/

Kalau kita mengamati relaiti, maka kita akan melihat bahwa fahaman hizbiyah (kelompok) telah mengalir di dalam otak sebahagian besar kelompok yang menekuni medan da'wah ilallah, dimana seolah-olah tidak ada kelompok lain kecuali kelompoknya, dan menafikan kelompok lain di sekitarnya. Persoalan ini terus berkembang, sehingga ada sebagian yang menda'wahkan bahwa merekalah Jama'ah Muslimin/Jama'ah 'Umm (Jama'ah Induk) dan pendirinya adalah imam bagi seluruh kaum muslimin, serta mewajibkan berba'iat kepadanya. Selain itu mereka mengkafirkan sawadul a'dzam (sebagian besar) muslimin, dan mewajibkan kelompok lain untuk bergabung dengan mereka serta berlindung di bawah naungan bendera mereka.

Kebanyakan mereka lupa, bahwa mereka bekerja untuk mengembalikan kejayaan Jama'atul Muslimin. Kalaulah Jama'atul Muslimin dan imam-nya itu masih ada, maka tidaklah akan terjadi ikhtilaf dan perpecahan ini dimana Allah tidak menurunkan sedikit pun keterangan tentangnya.

Sebenarnya para pengamal untuk Islam itu adalah Jama'ah minal muslimin (kumpulan sebagian dari muslimin) dan bukan Jama'atul Muslimin atau Jama'atul 'Umm (Jama'ah Induk), kerana kaum muslimin sekarang ini tidak mempunyai Jama'ah ataupun Imam.

Ketahuilah, wahai kaum muslimin, bahawa yang disebut Jama'ah Muslimin adalah yang tergabung didalamnya seluruh kaum muslimin yang mempunyai imam yang melaksanakan hukum-hukum Allah. Adapun jama'ah yang bekerja untuk mengembalikan daulah khilafah, mereka adalah jama'ah minal muslimin yang wajib saling tolong menolong dalam urusannya dan menghilangkan perselisihan yang ada di antara individu supaya ada kesepakatan di bawah kalimat yang lurus di bawah naungan kalimat tauhid.

Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : "Berkata kaum (yakni para ulama), bahawa Jama'ah adalah Sawadul A'dzam. Kemudian diceritakan daripada Ibnu Sirin daripada Abi Mas'ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika 'Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama'ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan".

4. Mejauhi Semua Firqah

Dinyatakan dalam hadits Hudzaifah tersebut supaya menjauhi semua firqah jika kaum muslimin tidak mempunyai jama'ah dan tidak pula imam pada hari terjadi keburukan dan fitnah. Semua firqah tersebut pada dasarnya akan menjerumuskan ke dalam kesesatan, karena mereka berkumpul di atas perkataan/teori mungkar (mungkari minal qaul) atau perbuatan mungkar, atau hawa nafsu. Baik yang mendakwahkan mashalih (pembangunan) atau mathami' (ketamakan). Atau yang berkumpul di atas asas pemikiran kafir, seperti; sosialisme, komunisme, kapitalisme, dan demokrasisme. Atau yang berkumpul di atas asas kedaerahan, kesukuan, keturunan, kemadzhaban, atau yang lainnya. Sebab mereka semua itu akan menjerumuskan ke dalam neraka Jahannam kerana membawa misi selain Islam atau Islam yang sudah diubah ...!

5. Jalan Penyelesaiannya

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada Hudzaifah untuk menjauhi semua firqah yang menyeru dan menjerumuskan ke neraka Jahannam, dan supaya memegang erat-erat pohon pokok(ashlu syajarah) sehingga ajal menjemputnya sedangkan dia tetap dalam keadaan seperti itu.

Daripada pernyataan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut.

Pertama.
Bahawa pernyataan itu mengandung perintah untuk melazimi Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman Salafuna Shalih. Hal ini seperti yang diisyaratkan dalam hadits riwayat 'Irbadh Ibnu Sariyah.

"Ertinya : Barangsiapa yang masih hidup diantara kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Dan berwaspadalah terhadap perkara-perkara yang diada-adakan karena hal itu sesat. Dan barangsiapa yang menemui yang demikian itu, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin. Gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian". (Riwayat Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 440 dan yang lainnya)

Jika kita menggabungkan kedua hadits tersebut, yakni hadits Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu yang berisi perintah untuk memegang pokok-pokok pohon (ashlu syajarah) dengan hadits 'Irbadh ini, maka terlihat makna yang sangat dalam. Yaitu perintah untuk ber-iltizam pada As-Sunnah An-Nabawiyah dengan pemahaman Salafuna As-Shalih Ridlwanalahu Ta'ala 'alaihim manakala muncul firqah-firqah sesat dan hilangnya Jama'ah Muslimin serta Imamnya.

Kedua.
Di sini ditunjukkan pula bahwa lafadz (an ta'adhdha bi ashli syajarah) dalam hadits Hudzaifah tersebut tidak dapat diertikan secara dzahir hadits. Tetapi maknanya adalah perintah untuk berpegang teguh, dan bersabar dalam memegang Al-Haq serta menjauhi firqah-firqah sesat yang menyaingi Al-Haq. Atau bermakna bahwa pohon Islam yang rimbun tersebut akan ditiup badai sehingga mematahkan cabang-cabangnya dan tidak tinggal kecuali pokok pohonnya saja yang kukuh. Oleh kerana itu maka wajib setiap muslim untuk berada di bawah naungan pohon pokok ini walaupun harus ditebus dengan jiwa dan harta. Kerana badai taufan itu akan datang lagi dengan lebih dahsyat.

Ketiga.
Oleh kerana itu menjadi kewajipan bagi setiap muslim untuk menghulurkan tangannya kepada kelompok (firqah) yang berpegang teguh dengan pohon pokok itu untuk menghadapi kembalinya fitnah dan bahaya bala. Kelompok ini seperti disabdakan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam akan selalu ada dan akan selalu muncul untuk menyokong kebenaran hingga yang terakhir dibunuh dajjal.

Maraji' :

  1. Al Ilzamat wa at Tatabu oleh Ad-Daruquthni
  2. Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim, oleh Ibnu Katsir
  3. Al Jami' As Shahih, oleh Bukhari dengan Fathul Bari
  4. Haliyatul Auliya' oleh Abu Na'im Al- Ashbahani.
  5. Silsilah Al-Hadits As-Shahihah, oleh Muhammad Nashiruddien Al-Albani
  6. As-Sunnan, oleh Ibnu Majah
  7. As-Sunnan, oleh Abu Dawud
  8. As-Sunnan, oleh Tirmidzi
  9. Syiar A'lam An-Nubala, oleh Adz-Dzahabi
  10. Syarhu Sunnah, oleh Baghawi
  11. As-Shahih, oleh Muslim bin Al-Hujjaj
  12. 'Aunil Ma'bud, oleh Syamsul Al-Abadi
  13. Al-Kaasyif, oleh Dzahabi
  14. Al-Mustadrak, oleh Hakim
  15. Al-Musnad, oleh Ahmad bin Hambal

Tulisan ini disadur dan diringkas dari kutaib yang berjudul "Qaulul Mubin fi Jama'atil Muslimin" karangan Salim bin 'Ied Al-Hilali, Penerbit Maktab Islamy Riyadh tanpa tahun, dan dimuat di majalah As-Sunnah edisi 07/1/14 14-1993 hal. 8-13

No comments:

Post a Comment