Monday, October 01, 2007
Wednesday, September 26, 2007
IHYA' MAHABBAH RAMADHAN: TAZKIYYAH AL-NAFS DI BULAN RAMADHAN
Ta’lim Al-Sunnah Siri 1: TAZKIYYAH AL-NAFS DI BULAN RAMADHAN
Penceramah
1) Ustaz fadlan – Akhlaq Dan Da’wah. (ceramah 1)
2) Ustaz Syafizan – Belitan Iblis (Riya’ & ‘Ujub) (ceramah 2)
3) Ustaz Khiril Anwar – ‘Imarah 10 Hari Terakhir Dalam Ramadhan. (ceramah 3)
4) Ustaz Abd Razak – Sesi Khas- Perkongsian Pengalaman dan Dialog bersama peserta.
Tarikh : 29hb September 2007
Tempat : Universiti Islam Antarabangsa
Gombak,
Yuran
RM2.00 sahaja.
Hubungi Masri
0193269091
Terhad Kepada 50 peserta terawal sahaja. Keutamaan Kepada Yang Sudah Mengenali Islam Berdasarkan Manhaj Salaf/Sunnah dan Mahu Giat Berdakwah!!!
Tentatif Program
08.00pg : Pendaftaran peserta.
08.30pg : Taklimat program.
09.00pg : Ceramah 1.
10.30pg : Rehat.
11.00pg : Ceramah 2.
12.30tghr : Rehat & solat Zuhur.
02.00ptg : Ceramah 3.
03.30ptg : Sesi khas bersama penyelaras INTIS.
04.00ptg : Rehat, Solat ‘Asar & bersurai.
06.30ptg : Tadarrus al-Quran.
07.00ptg : Iftar jama’ie.
Tuesday, September 25, 2007
Poem Of The Right Manhaj Of Aqidah: Read, Understand, Practise and Spread It
The Haa'iyyah Poem of Ibn Abee Daawood (d.316)
Monday, 10 September 2007
The famous Haa'iyyah poem of Ibn Abee Daawood (rahimahullaah) and its illustrious points concerning the correct Islaamic 'Aqeedah was recently adapted using the explanation of Shaykh Saalih al-Fawzaan for the 'Aqeedah course, as part of the Summer Islaamic Courses. The following is the text from the poem...
Summer Courses 2007 – Masjid al-Furqaan – Toronto, Ontario(1) Hold tightly to the rope of Allaah and the guidance,And do not be an
innovator, so that you might be successful.(2) And practice your religion based on the Book of Allaah and the Sunan whichhave come from the Messenger of Allaah so you will be saved and earn reward.
(3) And say: Not a created thing is the Speech of our great King, Such was the religious position of the pious ones (before us) who spoke well.
(4) And do not be a person who takes no position on the Quran, As did the followers of Jahm, and they had been too lax (to take the right position).
(5) And do not say that the Quran is created, meaning: its recitation, Since the Speech of Allaah, through its recitation, is made clear.
(6) And say: Allaah will make himself visible to all the creation, openly, Just as the full moon is not hard to see, and your Lord (will beseen) more clearly.
(7) And He was not born, nor has He fathered anyone, Nor is there anything similar to Him, exalted be the Glorified One.
(8) A Jahmee rejects this, however, we have As a testimony to the truth of what we say - a hadeeth that clarifies it.
(9) Jareer narrated it, from the words of Muhammad, So say what he said about that, and you will be successful.
(10) And perhaps a Jahmee might deny His Right Hand as well, While both of His Hands are giving out all kinds of bounties.
(11) And say: The Ever-Compelling descends each night, Without asking for exact details, magnificent is the One God and most worthy of praise.
(12) Down to the lowest heaven, granting bounties from His Grace, As the gates of the heavens are opened and spread widely.
(13) He says: Is there anyone seeking forgiveness who would like to meet a Forgiver? Or anyone seeking bounties of goodness and provisions, sohe could be given (what he requests)?
(14) A group have reported this whose reports are not to be rejected, But sadly some have went wrong and did not believe them, marring themselves.
(15) And say: Indeed the best of the people after Muhammad Were his two deputies of old, and then 'Uthmaan, according to the most correct position.(16) And the fourth of them was the best of creation after them, 'Alee, the companion of goodness, through goodness he was successful.
(17) Those are the people, those who we have no doubt about, Upon the great camels of Firdows, shining brightly and roaming about.
(18) Sa'eed, Sa'd, Ibn 'Awf, Talhah, 'Aamir of Fihr, and Zubayr the praiseworthy.
(19) And speak with the best terms about the Companions, all of them, And do not be one who speaks ill of them, pointing out their faults and criticizing,
(20) Since the clear Revelation has spoke of their excellence, And in (Soorah) al-Fat-h are verses about the Companions, praising them.
(21) And regarding the pre-ordained Qadr, be convinced, since it is The pillar that combines many affairs of the Religion, and the Religion encompasses much.
(22) And do not reject, out of ignorance, (belief in) Nakeer and Munkar, Or the Pool or the Scales, surely you are being advised sincerely.
(23) And say: Allaah, the Great, will remove, from of His Grace, Out of the Fire, people, burned severely, who will then be tossed
(24) Into the river in Firdows, wherein they will regain life by its water, Like a seed taken by a flood that comes and wipes things away with its abundant water.
(25) And surely, the Messenger of Allaah will intercede, And
speak about the punishment of the grave, that it is the truth, made clear.(26) And do not make takfeer of those who pray, even if they commit sins, Since all of them commits sins, while the Owner of the Throne forgives graciously.
(27) And do not hold a belief like that of the Khawaarij, for it is A position held by only those who desire it, and it is destructive and
disgraceful.(28) And do not be a Murji', one who plays games with his religion, Surely, the Murji' is joking about the religion (ie. not taking it seriously).
(29) And say: Eemaan (faith) consists of statements, intentions, And Actions, according to the explicit statement of the Prophet.
(30) And it decreases sometimes, due to disobedience, and sometimes Because of obedience it grows, and on the Scale it will outweigh (other
things).(31) And keep yourself from the opinions of people and their stances, Since the stance of the Messenger of Allaah is more befitting and easier on one's chest.
(32) And do not be from those who play games with their religion, Attacking the people of hadeeth and reviling them.
(33) If you keep this belief all your life, O holder of this (poem), You will be upon goodness, day and night.
Translated by Moosaa Richardson
Sunday, September 23, 2007
Jika engkau sahur nanti......
1. Hukum Sahur
Hukum makan sahur adalah sunnah, berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda :
“Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur itu terdapat barakah” (HR. Bukhari no. 1823 dan Muslim no. 1095).
Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya makan sahur dan bukan suatu kewajiban” (Syarah Shahih Muslim 7/207).
Penganjuran sahur sangat ditekankan kepada kaum muslimin walau hanya dengan seteguk air, kerana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
“Sahur adalah makanan yang penuh barakah. Maka janganlah kalian meninggalkannya sekalipun salah seorang di antara kalian hanya minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur” (HR. Ahmad no. 11101 dengan sanad hasan. Lihat Shahihu Jami’ish-Shaghiir no. 3683).
2. Keutamaan Sahur
a. Dalam sahur terdapat barakah.
b. Pujian Allah dan doa para malaikat terhadap orang-orang yang makan sahur.
c. Menyelisihi puasa ahlul-kitaab.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
“Perbezaan antara puasa kita dengan puasa Ahli Kitab terletak pada makan sahur” (HR. Muslim no. 1096).
3. Waktu Sahur
Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu makan sahur sampai menjelang terbit fajar, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan sahur sampai menjelang shalat shubuh tiba. Telah diriwayatkan dari Anas radliyallaahu ‘anhu dari Zaid bin Tsabit bahwa dia pernah berkata :
”Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, kemudian kami berangkat sholat (shubuh). Maka saya berkata : “Berapa lama jarak antara adzan dan makan sahur? Beliau menjawab : خمسين آية (kira-kira bacaan lima puluh ayat dari Al-Qur’an)" (HR. Bukhari no. 1821 dan Muslim no. 1097).
4. Bagaimana Jika Kita Sedang Makan Sahur, Adzan Berkumandang ???
Sebahagian masyarakat berpandangan, jika kita sedang makan sahur dan adzan telah berkumandang, maka kita wajib berhenti dari makan dan minum dan memuntahkan/membuang apa-apa yang ada di dalam mulut kita. Ini adalah pandangan yang keliru. Mari kita semak hadits berikut :
Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Jika salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya) ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ditunaikan hajatnya dari bejana (tersebut)” (HR. Ahmad no. 10637 dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i).
“Pernah iqamah dikumandangkan sedangkan bejana masih di tangan Umar (bin Khaththab) radhiyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab : “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” (HR. Ibnu Jarir 3/527/3017 dengan dua sanad darinya; shahih).
Bila ditaqdirkan adzan telah dikumandangkan sedangkan kita masih bersantap sahur, maka hendaklah kita selesaikan makan kita dengan tenang, tidak terburu-buru, baru kemudian shalat shubuh.
Dari penjelasan di atas, kebiasaan masyarakat mengumandangkan waktu imsak (dengan siren, beduk, atau pengumuman) sekitar 15 minit sebelum shubuh merupakan kebiasaan tanpa dalil yang kurang tepat. Selain tidak ada contohnya daripada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat, secara bahasa pun tidak dapat dibenarkan. Karena imsak secara bahasa bermaksud menahan diri (untuk tidak makan dan minum). Sedangkan dalam Islam, waktu imsak itu sendiri adalah dengan terbitnya fajar (dikumandangkannya adzan shubuh). Adapun waktu 15 minit sebelum shubuh masih merupakan waktu yang utama untuk melaksanakan makan sahur. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
5. Membangunkan Orang untuk Sahur ?
Ada satu sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang ditinggalkan oleh banyak kaum muslimin tentang hal ini, dan mereka menggantinya dengan sesuatu yang lain (yang bukan berasal dari beliau). Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa sebagai berikut :
كلوا واشربوا حتى يؤذن بن أم مكتوم فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر
“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Makan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena dia tidak akan adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq” (HR. Bukhari no. 1819).
Dari Ibnu Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Janganlah adzannya Bilal itu menghalangi salah seorang di antara kalian dari sahurnya. Karena Bilal menyerukan adzan di malam hari supaya orang-orang yang shalat malam kembali beristirahat sejenak dan orang yang masih tidur segera bangun” (HR. Bukhari no. 596 dan Muslim no. 1093).
Hadits di atas menjelaskan pada kita bahwa di zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, adzan dilakukan dua kali. Adzan pertama dilakukan saat fajar kadzib tiba (waktu utama melaksanakan sahur – sepertiga malam terakhir), dan adzan kedua dilakukan saat waktu shubuh (fajar shadiq) .
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah tamr” (HR. Abu Dawud no. 2345 dan Baihaqi 4/237 dengan sanad shahih).
Tamr adalah kurma kering yang telah masak dan berwarna coklat tua (sebagaimana umum dijual di pasaran).
7. Tidak Tidur Setelah Shalat Shubuh
Para ulama telah menjelaskan tentang dibenci tidur setelah shalat shubuh. Dalil yang mendokongnya adalah :
Dari Sakhr Al-Ghamidi ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :”Ya Allah, berkatilah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu Dawud no. 2606, Ibnu Majah no. 2236, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya mempersiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata : “Termasuk hal yang makruh bagi mereka – yaitu orang soleh – adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang soleh, sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rezeki, adanya pembahagian, turunnya keberkatan, dan darinya hari itu bergilir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka sayugianya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).
Hendaknya seorang muslim menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya di bulan Ramadlan. Setelah shalat shubuh, ia menggunakannya untuk berdzikir, membaca Al-Qur’an, atau kegiatan positif lainnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda :
ثم صلى ركعتين كانت له كأجر حجة وعمرة قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تامة تامة تامة
“Barangsiapa shalat Shubuh berjama’ah, kemudian duduk dan berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, kemudian ia shalat dua raka’at (yaitu shalat Dluha/Isyraq), ia akan memperoleh pahala ibadah haji dan umrah, sempurna, sempurna, sempurna” (HR. Tirmidzi no 586 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/181).
Wallaahu a'lam.
http://myquran.org/forum/index.php?topic=23998.0;wap2
Wednesday, September 19, 2007
Wahai muslimah! Khidmat mu diperlukan
IKLAN!!!
Tarikh : 17 November -
2) Untuk menjadi komiti daurah.
20 November -
3) Untuk menjadi komiti konvensyen sunnah.
24 November -
Anda boleh memilih untuk menjadi Fasilitator kem solat sahaja, ataupun komiti daurah sahaja, ataupun konvensyen sunnah sahaja ataupun anda juga boleh menjadi kesemuanya.
ariff.arifin@gmail.com
Tuesday, September 18, 2007
Tudung Labuh Vs. Tudung 3 Segi

Kewajiban menutup aurat diketahui dan diimani setiap muslim hatta sejauh mana jua lemahnya iman seseorang itu.Apa yang menjadi persoalan kini ialah cara penutupan aurat tersebut yang menjadi pertikaian dan salah faham di kalangan beberapa pihak.Kewajiban menutup aurat jelas melalui firman Allah yang jelas:-
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
Tidaklah seseorang itu diganggu jika aurat mereka ditutup dengan sempurna seperti mana mengikut kehendak Rabb yang menciptakanNya.Perkara ini berlaku juga kerana pakaian muslimah kini kebanyakannya tidak lebih hanya untuk perhiasan dan tatapan umum semata,hatta aurat mereka telahpun ditutup sempurna,masih ada kriteria pemakaian yang tidak dipenuhi menjadi faktor kepada gangguan tersebut. Ini tidak menjadi lesen untuk mereka memperlihatkan perhiasan luaran mereka kerana telah termaktub bahawa “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah.”
Juga berdasarkan sabda Nabi :
“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.”
(Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki.
Dapat kita lihat dari permasalahan ini bahawa konteks menutup aurat ini harus dilihat dengan kadar yang lebih luas seperti yang telahpun dibahaskan oleh para ulama’ tentang batasan aurat dan pakaian muslimah yang seharusnya melambangkan ciri peribadi seorang muslimah sejati.Perbahasan berkenaan sama ada tudung muslimah itu patut labuh atau berbentuk tiga segi hanyalah skop yang kecil berbanding bagaimana cara penutupan aurat itu seharusnya diimplikasi secara keseluruhannya supaya menepati roh syariat yang sebenar.Oleh yang demikian,marilah kita melihat beberapa gelaran jenis tudung yang boleh kita lihat dalam realiti masyarakat hari ini yang perlu diperbetulkan.:-

-Pemakaian tudung yang hanya menutup bahagian rambut dan kepala tanpa menutup kedua-dua telinga.Barangkali untuk menunjukkan subang atau apa-apa perhiasan. Pemakaian yang lebih teruk ialah apabila tudung tersebut dililit sehingga menampakkan leher.
2.Tudung Lilit
-Jenis tudung ini jika dilihat telah menutup keseluruhan kepala termasuk telinga tetapi tidak dilabuhkan menutup dada dan hanya dililitkan di leher sahaja.Kriteria menutup dada tidak dipenuhi seolah-olah ingin menayangkan kurniaan yang tidak diberikan kepada kaum lelaki.
3.Tudung See Through
-Salah satu jenis tudung yang popular ini banyak dilihat di merata tempat,kain tudung yang nipis menampakkan leher dan telinga walaupun telah menutup lengkap.Lebih teruk jika tidak memakai anak tudung kerana ianya seperti tiada beza dengan mereka yang tidak bertudung.
4.Tudung Jambul
-Pemakiaan jenis ini banyak dipromosikan dalam drama-drama Melayu yakni menutup separuh rambut di bahagian belakang dengan membiarkan yang depannya tersembul keluar seperti jambul unta.
5.Tudung Singlet
-Tudung yang sempurna tetapi dengan hanya memakai lengan pendek menyebabkan aurat dan lain-lain perhiasan yang sepatutnya ditutup daripada menjadi tatapan umum.Tiada kelongaran hukumtentang penutupan aurat di kawasan awam hatta hanya untuk bersukan.
6.Tudung Saji
-Sekajap pakai,sekejap tidak.Tudung atau lebih tepat dikatakan selendang yang hanya menjadi perhiasan leher .Boleh dilihat di kenduri-kenduri kematian yang mana selendang tersebut akan turun dan naik diangkat si pemakai seolah-olah menjadikannya seperti tudung mengikut keperluan situasi.
“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakikatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti pundak unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.”
(At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232)
Selain itu ada juga muslimah bertudung di kalangan kita yang memakai seluar jeans dan sebagainya sehingga menampakkan susuk tubuh mereka dan alasan kepada pemakaian tersebut tidak lebih hanya sekadar untuk menjalani rutin harian.Inilah kejayaan musuh Islam apabila perkara ini ummat Islam menganggapnya sesuatu perkara yang biasa dan remeh dalam masyarakat.Perkara yang dianggap biasa ini menular dalam pemikiran masyarakat sehingga konsep penutupan aurat yang sempurna itu dicabuli dengan mudah.Mereka yang berseluar sedikit sebanyak merasakan kain tudung yang menutup dada tidak padan sehingga terpaksa melilitkan tudung mereka supaya ia nampak padan dan cantik dikenakan dengan seluar panjang tersebut sedangkan ia hanyalah pandangan mata kasar mereka yang dikaburi syaitan.Pemakain seluar ini bukan sahaja menyerupai kaum lelaki tetapi ia juga menyerupai wanita bukan Islam dalam berpakaiaan.
"Barangsiapa yang diberi harum-haruman, maka janganlah dia menolaknya, sesungguhnya ia itu ringan bebannya (ringan dibawa) dan harum baunya."
Wallhua’lam.
Monday, September 17, 2007
Siri Tazkirah Ramadhan : DI MANA KESAN DIDIKAN RAMADHAN? (Bhg 1)
Oleh:
Abd al-Razzaq A.Muthalib Ahmad
“Kedatanganmu dinanti oleh insan yang mengerti,
Pemergianmu dirindui oleh mereka yang merasai,
Kau sediakan peluang yang sama, tapi natijahnya berbeza,
Hadirlah dikau bersama rahmah dan maghfirah,
Moga kami dapat merasai nikmat al-Jannah,
Oh…Ramadhan…..”
(23/9/06, 12.41am, Mekah al-mukarramah)
Ramadhan menjelma lagi. Bagi insan yang telah mengecapi dan merasai nikmat Ramadhan ini, kedatangannya adalah suatu yang amat dinanti. Ramadhan adalah sebuah madrasah yang memberikan tarbiyah untuk manusia meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Hakikatnya, Ramadhan bukan hanya sekali ini saja, tetapi ianya telah muncul silih berganti saban tahun. Bagaimana peredaran malam dan siang, bulan dan matahari, begitulah silih bergantinya bulan-bulan ini. Apabila Ramadhan datang setiap tahun, maka kita juga akan berpuasa setiap tahun. Berpuasa bukanlah sekadar acara rutin tahunan sepertimana kita menyambut hari kemerdekaan. Tetapi ianya merupakan suatu ibadah yang wajib ditunaikan dengan penuh penghayatan dan sepatutnya menatijahkan suatu kesan yang kekal sepanjang zaman.
Ramadhan juga sudah pasti akan melabuhkan tirainya nanti. Namun begitu, ia tidak seharusnya dilupakan begitu sahaja. Ini kerana Ramadhan telah mengajar kita pelbagai erti tentang hakikat insan dan kehidupan. Pemergiannya diganti dengan kehadiran Syawal yang melambangkan kegembiraan dan satu kemenangan. Kehadiran Syawal juga menandakan berakhirnya satu proses pertarbiyahan di madrasah Ramadhan.
Apa pula selepas Ramadhan? Bagaimana pula amalan kita di bulan Syawal, Zulqaedah, Zulhijjah, Muharam, Safar dan bulan-bulan yang lain? Bagaimana juga akhlak kita di bulan-bulan yang lain? Apakah kesannya setelah sebulan kita mendapat latihan pada bulan Ramadhan? Adakah semuanya terhenti apabila tibanya 1 Syawal? Justeru, di depan kita adalah beberapa persoalan yang tidak cukup jika hanya dijawab dengan lisan tanpa dibuktikan dengan tindakan.
Solat berjemaah & imarahkan masjid
Kalau di bulan Ramadhan, kita dapat lihat fenomena kebanjiran manusia di kebanyakan masjid-masjid. Masing-masing dengan penuh semangat berpusu-pusu menuju ke masjid kerana tidak mahu melepaskan peluang solat terawih berjemaah. Kadang-kadang terdapat juga sesetengah masjid dan surau yang terpaksa mendirikan khemah sementara diluar masjid bagi manampung jumlah para jamaah yang begitu ramai. Terlintas juga di benak fikiran Pengerusi Jawatankuasa Masjid dan AJKnya bahawa masjid kita ini perlu diperbesarkan sebab ramai sangat penduduk kariah yang datang. Tempat letak kenderaan juga tidak cukup sampai ada yang terpaksa meletakkan kenderaan masing-masing jauh di bahu-bahu jalan raya. Kadangkala sampai berlaku gangguan lalu lintas. Cukup indah suasana pada malam-malam Ramadhan ini. Si suami mengajak isteri sambil memimpin anak-anak untuk sama-sama ke masjid bagi menunaikan solat sunat terawih. Tidak kurang juga yang menumpangkan kenderaannya yang besar kepada jiran-jirannya. Sampai di masjid atau surau, masing-masing mengambil kesempatan untuk bersalam-salaman sesama muslim sambil bertanya khabar. Malah ramai juga yang mendapat kenalan baru pada malam-malam Ramadhan ini. Yang lebih lucunya, ada yang baru tahu rupanya mereka tingal di satu taman, satu flet atau kawasan perumahan yang sama. Alangkah harmoninya suasana ini. Tua, muda, miskin dan kaya masing-masing berhimpun di rumah Ilahi dengan satu tujuan yang sama dan niat suci di hati.
Persoalannya, kenapa keadaan ini hanya berlaku pada bulan Ramadhan? Kenapa pada hari-hari lain –kecuali hari Jumaat- dan malam-malam lain fenomena ini tidak dapat dilihat. Malah sesetengah masjid ibarat hidup segan mati tak mahu dek kerana tidak dihidupkan dengan solat jemaah atau terlalu sikit jumlah penduduk yang mengunjunginya.
Apakah kita hanya dituntut untuk berjemaah semasa solat terawih sahaja? Bagaimana dengan solat-solat fardhu yang lain? Kalau kita boleh luangkan masa dan berusaha sedaya upaya yang mungkin untuk pergi ke masjid bagi menunaikan solat SUNAT terawih, kenapa hal sedemikian tidak kita lakukan untuk solat-solat FARDHU yang lain pada bulan-bulan yang lain? Apakah Allah swt hanya akan memberi ganjaran pahala untuk mereka yang berjemaah di masjid pada bulan Ramadhan sahaja? Apakah masjid dibina hanya untuk solat terawih pada bulan Ramadhan sahaja? Kalau kita merasa rugi jika terlepas solat terawih kerana fadhilatnya yang banyak, kenapa kita tidak merasa rugi apabila kita tidak solat fardhu yang lain secara berjemaah? Kalau kita begitu mengambil berat dan memberi perhatian kepada amalan sunat ini, sepatutnya perhatian yang lebih lagi patut diberikan kepada amalan yang fardhu. Tidakkah kita pernah mendengar saranan dan pesanan yang diberikan oleh Allah dan juga rasul-Nya tentang kelebihan-kelebihan mereka yang memakmurkan masjid dan solat berjemaah?
Firman Allah swt bermaksud: ((Hanyasanya mereka yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah dari kalangan mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan mendirikan solat, menunaikan zakat, dan mereka tidak takut melainkan kepada Allah, maka mudah-mudahan mereka itulah yang akan tergolong dari kalangan mereka yang mendapat petunjuk)). (Al-Taubah: 18)
Justeru, ayuhlah wahai umat Islam sekelian! Mari kita imarahkan rumah-rumah Allah pada setiap masa. Ikatlah hati-hati kita dengan masjid mudahan kita akan mendapat naungan Allah pada hari akhirat yang tiada lagi naungan kecuali naungan Ilahi. Hidupkan kembali masjid dengan solat-solat fardhu berjemaah. Kembalikan semula fungsi dan peranan institusi masjid seperti yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat pada era kegemilangan mereka. Ajak dan ajarlah ahli keluarga, sanak saudara dan jiran tetangga kita untuk mencintai dan merindui rumah-rumah Allah dengan memakmurkannya. Jadikan suasana pada malam-malam Ramadhan berlaku juga pada malam-malam yang lain.
Friday, September 14, 2007
Kekeliruan dan Buruk Sangka Penyebab Salah Tanggap

Mohamad Abdul Kadir bin Sahak
Thursday, September 13, 2007
Laporan Seminar Ulama Nusantara: Analisis Antara Nas dan Mazhab

Keterlewatan penulis dan rakan-rakan tiba di Pulau Pinang menyebabkan kami terlepas untuk mengikuti pembentangan kertas kerja pertama dan kedua oleh Dr Mohd Radhi bin Othman dan Dr Abdul Basit bin Abdul Rahman. Kertas kerja ketiga yang bertajuk Fiqh Munakahat Masyarakat Nusantara: Antara Nas dan Mazhab dibentangkan oleh Dr Juanda bin Jaya. Pembentang menekankan bahawa fiqh munakahat yang diamalkan oleh masyarakat melayu Nusantara terutamanya dari Malaysia, Singapura dan sebahagian besar tempat di Indonesia sebenarnya 60 hingga 70 peratus dipengaruhi oleh mazhab selain mazhab Syafi’e. Namun sifat taqlid mazhab menghalang masyarakat Nusantara daripada menyedari hakikat ini. Selain itu, upacara perkahwinan masyarakat Nusantara banyak dipengaruhi oleh amalan-amalan-amalan dan kepercayaan karut. Kertas kerja yang disediakan adalah berbentuk akademik dan nota kaki banyak menyenaraikan rujukan dan perbandingan daripada enakmen undang-undang keluarga Islam negeri-negeri di Malaysia. Sesi ketiga ini berakhir pada jam 12 malam.
Hari kedua seminar menyaksikan empat kertas kerja dibentangkan. Sesi keempat bermula hampir satu jam lewat daripada jadual asal. Kertas kerja yang keempat yang bertajuk Fiqh Taharah Maysarakat Nusantara: Antara Nas dan Mazhab dibentangkan oleh Dr Azwira Abdul Aziz. Pembentang banyak membincangkan mengenai ketaksuban masyarakat Nusantara terhadap kitab-kitab jawi lama seperti Sayr as-Salikin, Sabil al-Muhtadin dan Matla’ al-Badrain wa Majma’ al-Bahrain yang tidak disertakan dengan nas dan dalil. Juga, pembentang membicarakan mengenai hakikat bahawa kitab-kitab jawi lama tersebut disusun berdasarkan maklumat yang diambil daripada kitab fiqh Mazhab Syafi’e yang ringkas seperti al-Wasit oleh al-Ghazali dan Raudah at-Talibin oleh an-Nawawi. Kitab-kitab ini adalah kitab yang ringkas dan tidak turut disertakan dengan dalil, berlainan dengan kitab-kitab fiqh Syafi’e yang padat dengan dalil seperti al-Umm oleh asy-Syafi’e dan al-Majmu’ oleh an-Nawawi. Antara fenomena yang timbul akibat tidak menyandarkan pendapat-pendapat pada dalil adalah; pendapat tersebut itu didapati bercanggah dengan dalil yang shahih atau ianya disandarkan kepada dalil yang daif atau ia punya unsur takalluf. Sesi soal jawab berlangsung dalam keadaan yang agak tegang akibat salah faham seorang peserta yang beranggapan bahawa Dr Azwira telah menghalalkan khinzir dan anjing.
Ustaz Hisham bin Mohd Radhi menjadi pembentang pada sesi kelima dengan kertas kerja bertajuk Fiqh Puasa Masyarakat Nusantara: Antara Nas dan Mazhab. Beliau menerangkan bahawa banyak amalan-amalan masyarakat Nusantara dalam berpuasa bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW. Fenomena-fenomena seperti lafaz niat dan waktu imsak adalah suatu amalan yang tidak tsabit daripada Rasulullah SAW. Juga mengenai perkara-perkara yang membatalkan puasa. Masyarakat di Nusantara kononnya amat berhati-hati dalam hal yang membatalkan puasa. Para fuqaha’ telah membincangkan isu ini secara meluas sehingga menyebabkan muncul banyak perkara yang membatalkan puasa. Namun penting untuk kita tahu bahawa hanya perkara-perkara yang membatalkan puasa yang berdalilkan dengan nas dari al-Quran dan as-Sunnah sahaja yang perlu diguna-pakai. Bukan sebaliknya.
Kertas kerja bertajuk Fiqh Solat Masyarakat Nusantara: Antara Nas dan Tanggapan Umum telah dibentangkan oleh Ustaz Abdul Rasyid bin Idris. Pembentang mengajak kita berfikir mengenai peri-pentingnya untuk bersolat seperti mana solat yang diajari oleh Rasulullah SAW. Dan di dalam kertas kerja yang sama juga, dibincangkan mengenai elemen-elemen yang bertentangan dengan sunnah di dalam solat seperti kepercayaan untuk mengusap mata ketika mendengar azan agar tidak menjadi rabun atau buta dan juga perbuatan melafazkan zikir secara berlagu sebelum azan oleh muazzin. Turut sama dikupas adalah beberapa persoalan mengenai perbuatan-perbuatan dalam solat dan juga analisa di antara nas dan mazhab.
Ustaz Arif bin Nazri dengan kertas kerja bertajuk Fiqh Jenazah Masyarakat Nusantara: Antara Nas dan Mazhab mengisi slot terakhir sesi pembentangan kertas kerja. Beliau mengupas mengenai praktikal pengurusan jenazah yang selari dengan sunnah. Praktis-praktis yang selari dengan sunnah banyak sekali dipandang ringan atau tidak disedari oleh masyarakat Nusantara. Antaranya dalam hal pengurusan jenazah, adalah perlu untuk menyegerakan pengurusan sesuatu jenazah seperti mana hadith Rasulullah SAW di dalam Shahihain yang bermaksud, “Segerakan dalam urusan jenazah.” Juga dalam aspek memandikan jenazah, terdapat hadith Umm ‘Atiyyah yang mana jika disimpulkan terdapat 10 urusan yang sunnah dilakukan ketika memandikan jenazah. Turut dibincangkan adalah mengenai kehadiran amalan dan kepercayaan karut dalam masyarakat Melayu Nusantara, yang mana jika diperhatikan adalah bertentangan dengan nas-nas yang jelas daripada al-Quran dan as-Sunnah. Bahkan lebih teruk, perkara-perkara itu disandarkan kepada mazhab asy-Syafi’e. Perbuatan meratapi kematian atau an-Niyahah, majlis tahlil, menutup kedua-dua mata si mati dan meletakkan mushaf al-Quran ke atas perut si mati, serta kepercayaan bahawa jika terdapat perubahan pada bentuk tubuh mayat, maka ianya adalah tanda bahawa si mati pernah melakukan maksiat kepada Allah dan meninggal dalam keadaan Su’ul Khatimah. Juga kepercayaan-kepercayaan karut lain yang banyak berlangsung dalam aspek pengurusan jenazah sedari awal kematian sehingga kepada selepas pengkebumian jenazah. Dan kesimpulan daripada pembentangan kertas kerja ini adalah mengenai kepentingan untuk meninggalkan urusan baru; yakni bida’ah serta amalan-amalan karut dalam pengurusan jenazah.
Sebaik sahaja tamat sesi pembentangan kertas kerja, majlis diteruskan dengan acara penyampaian cenderamata. Cenderamata kepada para pembentang dan perantara disampaikan oleh Yang Berhormat AMMK Agama Kerajaan Negeri Perlis, Dato’ Abu Bakar bin Ismail. Majlis berakhir pada jam 5 petang. Tahniah diucapkan kepada Kerajaan Negeri Perlis, Jabatan Mufti Negeri Perlis dan semua yang terlibat dalam menjayakan seminar yang sangat bermanfaat ini. Dan setinggi-tinggi penghargaan kepada pembentang dan perantara yang telah melakukan tugas sebaik mungkin dalam memberi kefahaman kepada para peserta.
Sebelum bertolak pulang ke Kuala Lumpur. Penulis dan rakan-rakan bersama Ustaz Arif bin Nazri berkesempatan untuk menziarahi pengasas laman al-ahkam.net, Ustaz Zainuddin Yusro atau Zain.YS di Pulau Pinang. Alhamdulillah, pertemuan kami lewat petang itu berjalan dalam suasana yang cukup harmoni. Syukur kepada Allah, dan semoga Allah merahmati usaha Ustaz Zain.YS dalam usahanya memberikan khidmat yang terbaik kepada al-ahkam.net.
Allahua’lam.
Wassalam ‘Alaikum WBT.
Abu Fadhl Muhammad Ariffuddin bin Arifin
Mahallah Zubair al-Awwam
Universiti Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM)
9/13/2007 8:46:15 AM
1 Ramadan 1428
Tuesday, September 11, 2007
Islam Tidak Bias Gender

Islam meletakkan lelaki dan wanita pada kedudukan yang sama. Sebab itu, ia juga meletakkan beban hukum (taklif) yang sama antara lelaki dan wanita dalam bab solat, puasa, haji dan sebagainya.
Bagaimanapun, sebagai agama yang sempurna, Islam menetapkan takhsis (pengkhususan) daripada hukum yang bersifat umum jika terdapat dalil yang mengkhususkan sesuatu hukum itu untuk lelaki atau wanita sahaja.
Bagaimanapun, ada aktivis gerakan feminisme terutama yang diperjuangkan oleh Dr. Fatima Mernissi mendakwa terdapat beberapa hadis meletakkan kaum wanita pada martabat yang rendah.
Wartawan MOHD. RADZI MOHD. ZIN dan jurufoto SAZALI CHE DIN menemu bual pensyarah Jabatan Bahasa Asing (Arab), Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi, Universiti Putra Malaysia, ANZARUDDIN AHMAD bagi mengupas isu ini.
MEGA: Bagaimanakah lahirnya gerakan feminisme ini?
ANZARUDDIN: Istilah feminisme diperkenalkan di Perancis di sekitar abad ke-19 iaitu pada tahun 1880-an oleh Hubertine Auclert dalam jurnalnya La Citoyenneun.
Tujuan utama beliau ialah mengkritik dominasi lelaki dan menuntut hak kebebasan wanita seperti yang dijanjikan oleh Revolusi Perancis.
Agenda golongan mainstream gerakan ini ialah bagaimana mewujudkan keserataan gender secara kuantitatif. Maknanya, lelaki dan wanita mesti bersama-sama memainkan peranan di dalam atau di luar rumah.
Menurut Ratna Megawangi dalam bukunya Membiarkan Berbeda (1999), mereka percaya perbezaan peranan berdasarkan gender adalah semata-mata kerana budaya bukan perbezaan biologi.
Idea ini dikatakan bersumber daripada ideologi Marxis yang meletakkan wanita sebagai kelas tertindas dan lelaki sebagai kelas penindas.
MEGA:Bilakah pula munculnya feminisme Islam dan siapakah personaliti yang terlibat?
ANZARUDDIN: Perjuangan feminisme Islam berakar umbi sejak awal kurun ke-20. Pemikirannya mula diperkenalkan di Mesir pada awal tahun 1920-an. Dalam bahasa Arab ia dikenali sebagai al-nisa’iyyah.
Bagaimanapun, ia kembali popular pada tahun 1990-an apabila istilah Islamic feminism pertama kali digunakan secara meluas.
Antara personaliti terkenal dalam gerakan ini ialah Dr. Amina Wadud (pengkritik al-Quran) di Amerika Syarikat (AS) dan Dr. Fatima Mernissi (pengkritik hadis).
Apakah tumpuan gerakan feminisme Islam ini?
ANZARUDDIN: Mereka menumpukan perhatian kepada tafsiran ayat al-Quran dan hadis berkaitan wanita. Persoalan yang sering ditimbulkan ialah al-Quran menetapkan prinsip keserataan di kalangan semua manusia.
Namun, mereka mendakwa, prinsip ini disabotaj oleh golongan ulama yang menafsir agama berdasarkan perspektif budaya masyarakat Arab yang bersifat cauvinis lelaki.
Dengan kata lain, ulama Islam dituduh penyebab berlakunya ketidakadilan terhadap wanita. Sebab itulah, mereka mahu wahyu Allah itu ditafsir semula berdasarkan perspektif semasa yang kononnya lebih mesra gender agar fikah Islam menjadi lebih adil dan seimbang.
MEGA:Adakah dakwaan itu berasas atau ia dipengaruhi oleh keadaan persekitaran mereka dibesarkan?
ANZARUDDIN: Kalau diteliti, tokoh-tokoh feminis muslimat ini terpengaruh dengan metod penafsiran ala feminisme yang sememangnya telah lama berkembang di kalangan penganut Kristian.
Mereka tidak berpuas hati dengan teks-teks kitab Injil yang diterjemah dan ditafsir dalam budaya yang didominasi lelaki. Budaya ini menyebabkan wanita terpinggir dan diperlakukan sebagai warganegara kelas kedua.
Dakwaan mereka ini sebenarnya tidak berasas. Yang jelas, keserataan gender ini bersumber daripada pengalaman dan pandangan hidup sekular-liberal Barat.
Dalam kes Fatima, saya melihat karya-karyanya dipenuhi dengan pengalaman peribadinya ketika berinteraksi dengan masyarakat. Antara karyanya ialah The Veil and Male Elite yang kemudiannya disemak semula menjadi Women and Islam: An Historical and Theological Enquiry (1991).
Karyanya yang lain ialah The Forgotten Queen in Islam (1994) dan Islam and Democracy (1994).
Apakah latar belakang Fatima sehingga dia banyak mengkritik dan mempertikai hadis-hadis sahih Rasulullah s.a.w?
ANZARUDDIN: Fatima lahir di Fez, Maghribi pada tahun 1940 dan memperolehi ijazah doktor falsafah (PhD) dalam bidang sosiologi dari Universiti Brandels, AS pada tahun 1973.
Sekarang bertugas sebagai profesor sosiologi di Universiti Mohamad ke-V, Rabat, Maghribi.
Sewaktu kelahirannya, para nasionalis Maghribi berjaya merebut kekuasaan pemerintahan negara daripada tangan kolonial Perancis. Pejuang nasionalis ini kemudiannya menjanjikan kewujudan negara Maghribi yang baru, dengan persamaan untuk semua. Dengan kata lain, wanita mempunyai hak mendapat pendidikan yang sama dengan lelaki.
Bagaimanapun, pengalamannya membesar menyaksikan suasana yang nyata berbeza. Dalam bukunya, Fatima menceritakan penindasan yang berlaku di dalam harem (tempat khas untuk wanita). Harem ini dikawal ketat oleh penjaga pintu agar wanita yang tinggal di situ tidak dapat keluar.
Dia mengungkapkan bagaimana kaum wanita hanya boleh melihat ke langit dari lingkungan harem dan mengimpikan peluang melangkah bebas seperti di Barat. Diceritakan juga bagaimana Fatima melihat dunia luar dengan cara mengintip dari lubang pintu. Ini menyebabkan dia sering bertanya kenapa hanya wanita yang harus dibatasi dan dihadkan pergerakan mereka.
Fatima dibesarkan dalam harem bersama ibu, nenek-neneknya serta saudara perempuan yang lain. Neneknya, Yasmina pula adalah salah seorang daripada sembilan isteri datuknya.
Di sekolah, al-Quran diajar dengan cara yang keras. Setiap hari dia harus menghafal ayat al-Quran. Jika salah menyebut, dia akan dibentak atau dipukul.
MEGA: Hadis manakah yang dikritik oleh Fatima?
ANZARUDDIN: Antara hadisnya ialah: Anjing, keldai dan wanita akan membatalkan solat seseorang apabila ia melintas di depannya. (riwayat Al-Bukhari). Fatima mendakwa wanita disamakan kedudukannya dengan anjing dan keldai sehingga ke peringkat membatalkan solat seseorang.
Oleh sebab itu, dia cuba menafsir semula kerana ia tidak seiring dengan fahaman feminisme.
Hadis kedua ialah: Tidak akan sejahtera suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita. (riwayat Al-Bukhari). Fatima mengkritik sanad (jalur riwayat) hadis ini iaitu terhadap perawinya, Abi Bakrah.
MEGA:Apakah jawapan kepada polemik ini?
ANZARUDDIN: Bagi hadis pertama walaupun ada ulama yang mengatakan solat itu terbatal tetapi majoriti ulama menidakkannya. Ini dijelaskan dalam kitab Aun al-Ma’bud Fi Syarh Sunan Abi Dawud (al-Abadiy, 1410 H, hadis ke 602).
Al-Imam Al- Syafie, Malik, Abu Hanifah dan majoriti ulama salaf serta khalaf berkata, solat tidak batal disebabkan melintasnya ketiga-tiga perkara tadi. Solat juga tidak batal kerana melintasnya selain ketiga-tiga perkara itu.
Mereka mentakwil hadis ini dengan menyatakan maksud memutuskan solat itu ialah mengurangkan kekhusyukan solat kerana hati disibukkan dengan ketiga-tiga perkara itu.
Walaupun hadis ini menghimpunkan wanita, keldai dan anjing hitam bukanlah bermakna ketiga-tiganya setaraf. Ia disebut sekali gus kerana masing-masing berkemungkinan mengganggu kesempurnaan solat. Wanita kerana daya tarikannya, keldai kerana biasanya membawa muatan dagang dan anjing hitam kerana ia mungkin jelmaan syaitan.
Bagi hadis kedua pula, walaupun sebahagian besar ulama menerima sanad hadis kerana kredibiliti al-Bukhari, segelintir ulama melihat kejanggalan pada perawinya iaitu Abi Bakrah.
Sebabnya, pada zaman Khalifah Umar al-Khattab, Abi Bakrah pernah disebat 80 kali kerana menuduh al-Mughirah bin Syu’bah berzina tanpa mendatangkan empat saksi.
Allah menegaskan dalam surah An-Nur: 4 agar mereka yang menuduh orang berzina tanpa bukti kesaksiannya tidak diterima selama-lamanya, sekalipun dia bertaubat.
Adalah amat tidak wajar dengan berdalilkan beberapa hadis Nabawi yang belum dilihat interpretasinya secara keseluruhan, Fatima menyimpulkan ulama bias gender dan menafikan prinsip keadilan Islam.
Jika dia membuat kajian terperinci, sudah pasti tidak akan membuat kesimpulan yang jauh tersasar.
http://www.utusan.com.my/utusan/content.asp?y=2007&dt=0911&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm